Aristoteles pernah mengatakan bahwa sastra adalah jalan keempat menuju kebenaran. Ungkapan filsuf terkenal ini seringkali dikutip untuk mendefinisikan tentang sastra.
Skeptisisme dan Rasionalisme
Seorang manusia ketika lahir kemudian menjalani kehidupannya secara intuitif berusaha mencari kebenaran - who, what, where, when, why and how : kita di dunia ini- , hal yang tidak mudah ditemukan.
Jalan pertama yang paling dianggap aman adalah jalan agama, nabi dan rasul diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalah kebenaran yaitu firman-Nya untuk dilaksanakan oleh suatu kaum atau seluruh manusia. Dalam hal ini wahyu adalah kebenaran absolut.
Tetapi manusia dikaruniai dengan akal dan perasaan atau hati nurani, hal yang abstrak seperti pula nafsu. Maka kebenaran wahyu yang absolut tersebut penting untuk dibuktikan sehingga wahyu tidak hanya dapat untuk dipahami melainkan untuk diyakini sesungguh-sungguhnya oleh akal dan perasaan atau hati nurani.
-sang skeptis selalu tidak percaya akan sesuatu sebelum ia membuktikannya sendiri, dan sang rasionalis tidak akan pernah percaya terhadap sesuatu yang tidak masuk akal-
Filsuf dan Ilmuwan
Nabi Muhammad (570 - 632 M) bersabda : "Dan tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak manusia." Secara tersirat Allah (melalui Nabi Muhammad) berkehendak untuk 'memanusiakan manusia' mengembalikan manusia pada kedudukannya semula sebagai makhluk terpuji bukan berkelakuan seperti binatang atau lebih keji lagi.
Jalan kedua : Filsafat
Aristoteles ( 384 SM-322 SM) sebagai seorang filsuf pernah mengatakan : "Alam semesta tidaklah dikendalikan oleh serba kebetulan, oleh magi, oleh keinginan tak terjajaki kehendak dewa yang terduga, melainkan tingkah laku alam semesta itu tunduk pada hukum-hukum rasional." Tercermin dalam tulisan-tulisan Aristoteles sikapnya bahwa tiap segi kehidupan manusia atau masyarakat selalu terbuka untuk obyek pemikiran dan analisa.
Jalan ketiga : Ilmu Pengetahuan
Albert Einstein (1879-1955 M) salah seorang ilmuwan pernah mengatakan : "Ilmu pengetahuan tanpa agama buta, agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh.”
Tentang Newton : "Alam dan hukum alam tersembunyi di balik malam. Tuhan berkata, biarlah Newton ada! Dan semuanya akan terang benderang." (Alexander Pope)
-ilmu pengetahuan adalah bukti bahwa Tuhan tidak bermain dadu tentang alam semesta-
Sastra dan Jalan Kebenaran Ke-empat
Saya kuat memegang anggapan bahwa "Sastra" adalah salah satu pembentuk kebudayaan yang utama. Dalam pendapat Aristoteles : "Sastra adalah jalan kebenaran keempat setelah Agama, Filsafat dan Ilmu pengetahuan". Saya kurang sependapat dengan Aristoteles, dalam anggapan saya, Keempat hal itu bukanlah sebuah jalan yang berlainan. Namun dalam sebuah dunianya sendiri sastra tidak bisa didefinisikan secara absolut, melainkan serba relatif dan subjektif. Dan sastra yang terlanjur kita kenal adalah "sastra tertulis".
Kenapa saya katakan demikian, (terus terang) telah lama saya terkejut dengan fenomena Alquran, berbagai cara saya tempuh untuk mendefinisikan kenapa Alquran adalah keajaiban Nabi Muhammad yang terbesar, bukan keajaiban yang lain. Ketika saya lakukan pendekatan dengan agama yang saya anut (Islam), maka Alquran adalah kitab agama yang sempurna. Ketika saya lakukan pendekatan dengan ilmu pengetahuan (selama saya memperoleh pendidikan di sekolah -terutama IPA-) maka Alquran adalah kitab Ilmu Pengetahuan yang tertinggi, karena teknologi apapun yang telah diketemukan oleh manusia hingga sekarang, kesemuanya baik tersirat maupun tersurat telah ada didalam Alquran. Ketika saya baca dan pelajari karya-karya filsafat barat, saya dapati Alquran adalah kitab filsafat dan ideologi terlengkap dan sempurna.
Lalu bagaimana pendekatan dengan sastra ?
Pendekatan dengan sastra.
Telah lama saya curiga dengan sastra (khususnya syair atau puisi) bagaimana sebuah tulisan atau kata-kata dapat diisi oleh jiwa orang yang menulisnya, sehingga dapat berdampak kepada orang yang membacanya atau mendengarnya. Maka saya temukan bahwa Alquran adalah kata-kata yang berjiwa. Seperti saya menyebut bahwa puisi-puisi saya adalah jiwa saya yang dituliskan oleh tangan saya, maka Alquran adalah Firman-firman Allah yang dituliskan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga nyatalah bagi saya kenapa Alquran dapat mengubah manusia dan dunia.
Maka pertanyaan : "Coba samakan tone anda dengan Allah, pencipta Anda?" Dapat saya jawab : "saya akan coba samakan tone saya dengan Alquran, Firman Allah yang telah diberi Ruh-Nya" sehingga begitulah cara mengenal pencipta saya, sehingga tidak menjadi Atheis.
Seperti itu pulalah ketika karya sastra telah mewakili jiwa penulisnya, maka saya akan merasakan dampaknya bagi diri saya sendiri setelah jiwa saya, saya samakan dengan penulisnya itu, sehingga saya tahu apa yang dimaui penulisnya. Tanpa ada kesamaan itu, maka karya sastra yang saya baca akan sia-sia, tidak bisa saya ambil hikmah atau kandungan didalamnya.
ADS HERE !!!