kiri LB1
Everything about them seems incredible. They were very small, not much more than three feet tall, yet do not resemble any modern pygmies. They walked upright on short legs, but might have had a peculiar gait obviating long-distance running. The single skull that has been found is no bigger than a grapefruit, suggesting a brain less than one-third the size of a human's, yet they made stone tools similar to those produced by other hominids with larger brains. They appeared to live isolated on Flores as recently as 17,000 years ago, well after humans had made it to Australia.
Pendapat bahwa fosil ini berasal dari spesies bukan manusia ditentang oleh kelompok peneliti yang juga terlibat dalam penelitian ini, dimotori oleh Prof. Teuku Jacob dari UGM. Berdasarkan temuannya, fosil dari Liang Bua ini berasal dari sekelompok orang katai Flores, yang sampai sekarang masih bisa diamati pada beberapa populasi di sekitar lokasi penemuan, yang menderita gangguan pertumbuhan yang disebut mikrosefali ("kepala kecil"). Menurut tim ini, sisa manusia dari Liang Bua merupakan moyang manusia katai Homo sapiens yang sekarang juga masih hidup di Flores dan termasuk kelompok Australomelanesoid. Kerangka yang ditemukan terbaring di Liang Bua itu menderita microcephali, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil.
Dengan ditemukannya H. floresiensis, mitos bahwa kecerdasan manusia muncul bersamaan dengan peningkatan ukuran otak kini telah semakin menjadi tidak dapat dipercaya. Hal tersebut dikarenakan H. floresiensis, dengan volume otak tak lebih besar dari simpanse, memperlihatkan perilaku yang tidak berbeda dengan manusia yang berotak besar. Oleh karenanya, ini membuktikan bahwa kecerdasan dan kemampuan mental manusia tidaklah sebanding dengan ukuran otak.
Itulah maksud sesungguhnya dari perkataan Henry Gee dalam menafsirkan penemuan H. floresiensis: "Keseluruhan anggapan bahwa Anda membutuhkan ukuran otak tertentu untuk melakukan sesuatu yang cerdas telah sama sekali dipatahkan oleh penemuan ini."
Keterkejutan yang sesungguhnya bagi para evolusionis datang dari pengetahuan bahwa apa yang diyakini sebagai hominid (keluarga manusia modern) dengan volume otak yang sedemikian kecil itu hidup bukan berjuta-juta tahun lampau, melainkan hanya 18.000 tahun lalu.
Senada dengan Prof. Teuku Jacob, di situs internet harian Jakarta Post berjudul “Indonesian experts deny ‘Flores Man' fossil claim” ("Pakar Indonesia Menyanggah Pernyataan tentang Fosil 'Manusia Flores'") melaporkan pandangan serupa yang dianut oleh Harry Widianto dari Lembaga Arkeologi Yogyakarta. Widianto menyatakan bahwa manusia Flores hanyalah subspesies dari H. sapiens, dengan kata lain suatu ras manusia modern. Ia juga menegaskan bahwa fosil-fosil ini seharusnya dinamakan
H. sapiens floresiensis.
Segala sesuatu tentang mereka tampak luar biasa. Mereka sangat kecil, tidak lebih dari tiga kaki, namun tidak menyerupai pigmi modern. Mereka berjalan tegak di kaki yang pendek, tetapi mungkin memiliki gaya berjalan yang aneh menghindarkan lari jarak jauh. Tengkorak tunggal yang telah ditemukan tidak lebih besar dari jeruk, menunjukkan otak kurang dari sepertiga ukuran manusia, namun mereka membuat alat-alat batu yang mirip dengan yang dihasilkan oleh hominid lainnya dengan otak lebih besar. Mereka tampaknya hidup terisolasi di Flores baru-baru ini 17.000 tahun yang lalu, baik setelah manusia telah berhasil ke Australia.
ADS HERE !!!